Konsep Persalinan Menurut Para Ahli

Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan urin) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan atau melalui jalan lain dengan bantuan atau melalui jalan lain (Manuaba,2001)

Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Sarwono,2002)

Kala Persalinan
        Kala Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu :
1)   Kala I
Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap. Kala I dibagi menjadi 2 fase, fase laten dan fase aktif.

1.    Fase laten
Berlangsung selama 8 jam, pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase Laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm
2.    Fase aktif
Fase ini dibagi menjadi 3 fase lagi yaitu :
1)   Fase akselerasi
Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm
2)   Fase dilatasi maksimal
Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm
3)   Fase deselerasi
Pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap Fase – fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian akan tetapi fase laten, fase aktif dan fase deselerasi terjadi lebih pendek. Mekanisme pembukaan serviks antara primigravida dengan multigravida berbeda. Pada primigravida osteum uteri interna akan membuka lebih dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Baru kemudian osteum uteri eksterna membuka, pada multi gravida osteum uteri eksterna sudah sedikit terbuka. Osteum uteri interna dan eksterna serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama. Ketuban akan pecah dengan sendiri ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira – kira 13 jam, sedangkan pada multigravida kira – kira 7 jam. Kontraksi lebih kuat dan sering selama Fase aktif.
2)   Kala II 
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida.
3)   Kala III
Dimulai segera setelah lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
4)   Kala IV
Dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.

Tanda – tanda Persalinan
Tanda persalinan sudah dekat, meliputi terjadinya lightening yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul pada primi gravida, perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun, perasaan sering kencing, karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin, perasaan sakit diperut dan dipinggang oleh adanya kotraksi kontraksi lemah dari uterus, kadang – kadang disebut “false labor pain “, serta serviks menjadi lembek mulai mendatar, dan sekresinya lendir bertambah bisa bercampur darah (bloody show).

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan, meliputi 5 P, yaitu 1) Kekuatan (Power), yaitu Merupakan kekuatan mengejan ibu untuk mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus. 2) Jalan Lahir (Passage) yang Meliputi keadaan jalan lahir ibu, yaitu lebar panggul, vagina, dan introitus.  Ukuran dan bentuk paggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai. 3) Janin dan Plasenta (Passanger), meliputi Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomi dan posisi janin). 4) Posisi ibu, Posisi ibu mempengaruhi adaptasi persalinan. Posisi yang menguntungkan bagi ibu adalah posisi tegak yang meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk dan jongkok. 5) Psikologis, tingkat kecemasan wanita selama bersalin akan meningkat jika ia tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya. Dengan kondisi psikologis yang positif  proses persalinan akan berjalan mudah (Sumarah, 2008).

Proses Terjadinya Persalinan
Secara klinis dapat dinyatakan akan mulai melahirkan bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir bercampur darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis yang mulai membuka atau mendatar. Beberapa mekanisme yang di anggap sebagai penyebab terjadinya persalinan antara lain mekanisme peregangan uterus dan stimulasi hormonal ibu maupun bayi. Peningkatan kontraksilitas uterus tersebut semakin meningkat akibat peningkatan produksi oksitosin yang menyebabkan terjadinya persalinan. Sementara itu stimulasi hormonal yang di anggap berkontribusi terhadap omset persalinan merupakan interaksi hormonal ibu, bayi dan plasenta. Hormon – hormon tersebut meliputi oksitosin, prostalglandin, kortison pada bayi, esterogen dan progesterone (Yuliatun, 2008).

Proses terjadinya persalinan ditandai dengan hal – hal berikut :
1)   Terjadinya His Persalinan 
Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi braksto hicks. Kontraksi ini dapat dikatakan sebagai keluhan, karena dirasakan sakit dan mengganggu. Kontraksi brakston hicks terjadi karena perubahan keseimbangan estrogen, progesteron dan memberikan kesempatan rangsangan oksitosin. Dengan makin tua umur hamil, pengeluaran estrogen dan progesteron makin berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering sebagai his palsu.
Sifat his palsu / his permulaan adalah rasa nyeri ringan dibagian bawah, datangnya tidak teratur, tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda, durasinya pendek, dan tidak bertambah bila aktifitas. Sedangkan His persalinan mempunyai sifat rasa tidak nyaman mulai dipunggung menjalar ke abdomen, sifatnya teratur, interval makin pendek dan kekuatannya makin besar, mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks, serta semakin beraktivitas kekuatan his semakin bertambah.
2)   Pengeluaran Lendir Dan Darah ( Pembawa Tanda )
Keluarnya lendir / darah (bloody show) akibat terlepasnya sumbat mukus (mucous plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya vaskular kapiler serviks, dan akibat pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus dan pecahnya pembuluh darah kapiler
3)   Pengeluaran Cairan Ketuban
Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam
4)   Terjadinya Pembukaan Persalinan.

Mekanisme Nyeri Persalinan
Nyeri persalinan merupakan sensasi yang tidak menyenangkan akibat stimulasi saraf sensorik. Nyeri tersebut terdiri atas dua komponen, yaitu komponen fisiologis dan komponen psikologis. Komponen fisiologis merupakan proses penerimaan implus oleh saraf sensorik dan menyalurkan implus tersebut menuju saraf pusat. Sementara itu, komponen psikologis meliputi rekognisi sensasi, intrepetasi rasa nyeri dan reaksi terhadap hasil intrepetasi nyeri tersebut (Yuliatun, 2008).

Rasa nyeri persalinan bersifat personal, setiap orang mempersepsikan rasa nyeri yang berbeda terhadap stimulus yang sama tergantung pada ambang nyeri yang dimilikinya.

 Penyebab Dan Lokasi Nyeri Persalinan
Nyeri persalinan berbeda dari nyeri pada umumnya, hal tersebut dikarenakan Nyeri persalinan merupakan bagian dari proses yang normal, sedangkan nyeri yang lain pada umumnya mengindikasikan adanya injuri atau penyakit. Seseorang ibu dapat mengetahui bahwa ia akan mengalami nyeri pada saat persalinan sehingga nyeri tersebut dapat diantisipasi. Pengetahuan yang cukup tentang proses persalinan dan pemahaman nyeri persalinan tersebut dapat berakhir setelah kelahiran bayi akan membantu seorang ibu untuk mengatasi nyeri persalinan yang bersifat intermittent (sementara). Konsentrasi ibu yang tertuju pada bayi dapat menjadikan motivasi bagi ibu untuk lebih toleran terhadap rasa sakit yang dirasakan saat persalinan.

                Nyeri yang dirasakan ibu terjadi karena adanya transmisi implus nyeri melalui saraf                             tertentu. Pada Kala I persalinan implus saraf berasal dari serviks dan corpus uteri.
Gambar 2.2 Impuls nyeri pada kala I persalinan (Yuliatun, 2008).

Impuls nyeri yang berasal dari serviks dan korpus uteri ditransmisikan oleh serabut saraf aferen melalui pleksus uterus, pleksus pelviks, pleksus hipogastrik inferior, middle, posterior, dan masuk lumbal yang kemudian masuk ke spinal melalui L1,L2,T11,dan T10.

Sumber nyeri pada akhir Kala I dan Kala II berasal dari saluran genital bawah, antara lain perineum, anus, vulva, dan klitoris. Implus nyeri ditransmisikan melalui saraf pedendal menuju S4, S3 dan S2. Nyeri yang dirasakan terutama pada daerah vulva dan sekitarnya serata daerah pinggang (Yuliatun, 2008).

Pada kala I persalinan, nyeri disebabkan oleh adanya kontraksi uterus yang mengakibatkan dilatasi dan penipisan serviks dan iskemia pada uterus. Nyeri tersebut dirasakan ibu saat kontraksi dan menurun atau menghilang pada interval kontraksi.


Pada akhir Kala I dan Kala II persalinan, nyeri yang dirasakan ibu adalah nyeri somatic yang dirasakan pada daerah perineum akibat peregangan pada jaringan perineum, tarikan peritoneum, dan daerah uteroservikal saat kontraksi, atau penekanan kandung kemih, usus dan struktur sensitive panggul oleh bagian terendah janin ( Bobak, 2005 )

Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Persalinan
Saat seseorang mengalami nyeri, banyak faktor yang dapat mempengaruhi nyeri yang dirasakan dan cara mereka bereaksi terhadapnya. Faktor-faktor ini dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri pasien, toleransi terhadap nyeri dan mempengaruhi reaksi terhadap nyeri.

Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang spesifik dan sering dapat diperkirakan. Kenyataannya, setiap orang mempunyai jaras nyeri yang sama, atau dengan kata lain setiap orang menerima stimulus nyeri pada intensitas yang sama. Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, status emosional, pengalaman nyeri masa lalu, sumber dan anti dari nyeri dan dasar pengetahuan pasien. Ketika sesuatu menjelaskan seseorang sangat sensitif terhadap nyeri, sesuatu ini merujuk kepada toleransi nyeri seseorang dimana seseorang dapat menahan nyeri sebelum memperlihatkan reaksinya. Kemampuan untuk mentoleransi nyeri dapat rnenurun dengan pengulangan episode nyeri, kelemahan, marah, cemas dan gangguan tidur. Toleransi nyeri dapat ditingkatkan dengan obat-obatan, alkohol, hipnotis, kehangatan, distraksi dan praktek spiritual.

Rasa nyeri persalinan yang dirasakan seseorang merupakan akibat respons psikis dan refleks fisik. Persepsi nyeri pada setiap orang akan berbeda karena setiap orang memiliki perbedaan budaya, koping mekanisme yang digunakan, tingkat pengetahuan dan sebagainya.

Menurut Sherwen et al (1999) dalam Yuliatun (2008), beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri persalinan adalah:
1)   Umur Dan Paritas
Umur dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah waktu hidup atau ada sejak dilahirkan. Menurut Ramadhan (2001), umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.

Serviks pada wanita multipara mengalami perlunakan sebelum onset persalinan, namun pada wanita primipara tidak demikian, hal ini yang menyebabkan nyeri pada primipara lebih berat daripada multipara. Intensitas kontraksi uterus yang dirasakan pada primipara pun lebih besar daripada multipara, terutama pada akhir kala I dan permulaan kala II persalinan.

Menurut Giuffre, dkk. (1991), cara orang yang lebih tua bereaksi terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara bereaksi orang yang lebih muda. Karena individu yang lebih tua mempunyai metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding individu berusia lebih muda, oleh karenanya analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri. Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua cenderung mengabaikan dan menganggap nyeri menjadi bagian dari proses persalinan yang normal.

Beberapa pasien yang tidak pernah mengalami nyeri hebat, tidak menyadari seberapa hebatnya nyeri yang akan dirasakan nanti. Umumnya, orang yang sering mengalami nyeri dalam hidupnya, cenderung mengantisipasi terjadinya nyeri yang lebih hebat.

2)   Etnik Atau Nilai Budaya
Etnik atau nilai budaya akan mempengaruhi persepsi individu terhadap nyeri dan ekspresi terhadap nyeri. Karena norma budaya mempengaruhi sebagian besar sikap, perilaku, dan nilai keseharian kita, wajar jika dikatakan budaya mempengaruhi reaksi individu terhadap nyeri. Bentuk ekspresi nyeri yang dihindari oleh satu budaya mungkin ditunjukkan oleh budaya yang lain.

Menurut Zatzick dan Dimsdale (1990), budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada cara seseorang bereaksi terhadap nyeri (bagaimana nyeri diuraikan atau seseorang berperilaku dalam berespons terhadap nyeri). Namun, budaya dan etnik tidak mempengaruhi persepsi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).

3)   Mekanisme Koping
Setiap manusia mempunyai cara tersendiri dalam menghadapi stress akibat nyeri yang dialaminya. Namun ketika nyeri menjadi sesuatu yang mengancam integritas individu, maka akan sulit bagi individu tersebut untuk mengontrol rasa nyerinya.
4)   Metode Relaksasi Yang Digunakan
Apabila seorang ibu yang bersalin mampu melakukan relaksasi selama kontraksi maka ibu tersebut akan merasakan kenyamanan selama proses persalinannya. Penggunaan teknik relaksasi yang benar akan meningkatkan kemampuan ibu dalam mengontrol rasa nyerinya, menurunkan kecemasan, menurunkan kadar katekolamin, menstimulasi aliran darah menuju uterus, dan menurunkan ketegangan otot.
5)   Cemas Dan Rasa Takut
Cemas dan takut menyebabkan peningkatan tegangan otot dan gangguan aliran darah menuju otak dan otot. Hal tersebut menyebabkan tegangan pada otot pelvis, kontraksi uterus yang terganggu, dan hilangnya tenaga pendorong ibu selama kala II persalinan. Ketegangan yang lama akan menyebabkan kelelahan pada ibu dan meningkatkan persepsi nyeri serta kemampuan ibu untuk mengontrol rasa nyerinya.

Toleransi nyeri, titik di mana nyeri tidak dapat ditoleransi lagi, beragam diantara individu. Toleransi nyeri menurun akibat keletihan, kecemasan, ketakutan akan kematian, marah, ketidakberdayaan, isolasi sosial, perubahan dalarn identitas peran, kehilangan kemandirian dan pengalarnan masa lalu (Smeltzer & Bare).

Kecemasan hampir selalu ada ketika nyeri diantisipasi atau dialami secara langsung. Ia cenderung meningkatkan intensitas nyeri yang dialami. Ancaman dari sesuatu yang tidak diketahui lebih mengganggu dan menghasilkan kecemasan daripada ancaman dari sesuatu yang telah dipersiapkan. Nyeri menjadi lebih buruk ketika kecemasan, ketegangan dan kelemahan muncul.

Umumnya diyakini bahwa kecemasan akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Namun, kecemasan yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri (Smeltzer & Bare, 2002 ).


Kondisi psikologis individu terhadap nyeri mempengaruhi reaksi individu dengan nyeri yang dialami, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh nyeri tersebut maka individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya, nyeri tersebut menjadi lebih parah Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu tersebut menerima peredaan nyeri yang tidak adekuat di masa lalu. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannva tidak adekuat (Smeltzer & Bare, 2002)


Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Secara klinik, kecemasan pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan sensasi nyeri.


Jadi, sistem analgetika ini dapat memblok sinyal nyeri pada tempat masuknya ke medulla spinalis (Guyton). Serotonin merupakan salah satu neurotransmitter yang diproduksi oleh nucleus rafe magnus dan lokus seruleus. Ia berperan dalam sistem analgetik otak. Serotonin menyebabkan neuron-neuron lokal medulla spinalis mensekresi enkefalin. Enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik dan postsinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C dan A. Selain itu keberadaan endorfin dan enkefalin juga membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri yang berbeda dari stimuli yang sama. Kadar endorfin beragam di antara individu, seperti halnya faktor-faktor seperti kecemasan yang mempengaruhi kadar endorfin. Individu dengan endorfin yang banyak akan lebih sedikit merasakan nyeri. Sama halnya aktivitas fisik yang berat diduga dapat meningkatkan pembentukan endorfin dalarn sistem kontrol desendens (Smeltzer & Bare, 2002 ).

6)   Lingkungan dan dukungan keluarga

Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat mempengaruhi nyeri seseorang. Banyak orang yang merasa lingkungan pelayanan kesehatan yang asing, khususnya cahaya, kebisingan, aktivitas yang sama di ruang perawatan intensif, dapat menambah nyeri yang dirasakan.

Pada beberapa pasien, kehadiran keluarga yang dicintai atau teman bisa mengurangi rasa nyeri mereka, namun ada juga yang lebih suka menyendiri ketika merasakan nyeri. Beberapa pasien menggunakan nyerinya untuk rnemperoleh perhatian khusus dan pelayanan dari keluarganya.

7)   Kelelahan
Kelelahan juga menyebabkan ibu merasa tersiksa oleh kontraksi sehingga tidak dapat mengontrol keinginannya untuk meneran. Pada akhir kehamilan, kelelahan lebih banyak disebabkan oleh gangguan istirahat dan kurang tidur, kurangnya cairan dan kalori yang dikonsumsi, serta ketidakmampuan  ibu dalam mengelola energinya saat persalinan.
8)   Lama Persalinan
Waktu persalinan bervariasi pada setiap orang. Semakin lama waktu persalinan, akan menyebabkan kelelahan juga akan semakin lama, serta meningkatkan kecemasan dan rasa nyeri pada ibu bersalin. Persalinan yang lama menyebabkan ibu mengalami stress dan kelelahan lebih lama sehingga rasa nyeri akan meningkat. Lamanya waktu persalinan biasanya  disebabkan oleh bayi yang besar atau kelainan pada pelvis yang mengakibatkan rasa nyeri dan kelelahan yang semakin meningkat seiring dengan lamanya proses persalinan.
9)   Posisi Maternal Fetal
Posisi supinasi pada ibu bersalin menyebabkan rasa tidak nyaman pada ibu, kontraksi uterus yang tidak efektif dan menyebabkan sindrom hipotensi supinas. Sindrom tersebut disebabkan oleh penekanan uterus dan fetus pada vena kafa inferior dan aorta abdomen yang mengkibatkan penurunan tekanan darah ibu dan penurunan suplai oksigen pada bayi. Dengan demikian, perlu adanya ambulasi pada ibu bersalin untuk mengurangi kelelahan dan menurunkan persepsi nyeri.

Pengaruh Aroma Terapi (AromaLavender ) Terhadap Tingkat Nyeri
Aroma terapi (aroma lavender) merupakan salah satu metode yang bisa digunakan untuk mengurangi penyebab dari rasa nyeri. Aroma yang berasal dari aromaterapi bekerja mempengaruhi emosi seseorang dengan limbic ( lewat system olfaktori ) dan pusat emosi otak. Bau yang berasal dari aromaterapi diterima oleh reseptor di hidung kemudian dikirimkan ke bagian medulla spinalis di otak, di dalam hal ini kemudian akan meningkatkan gelombang- gelombang alfa di otak dan gelombang- gelombang alfa inilah yang membantu untuk merasa relaksasi (Amera,2008). Relaksasi sendiri dapat dipercaya menurunkan nyeri dengan merileksasikan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Relaksasi juga dapat menurunkan ketegangan fisiologis yang diakibatkan nyeri di abdomen (Stuart dan Sundeen, 1997).

Relaksasi mempengaruhi bahan transmiter yang ikut terlibat dalam sistem analgesia, khususnya enkefalin dan serotonin. Serotonin menyebabkan neuron lokal medula spinalis mensekresi enfekalin. Enfekalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik pada serabut nyeri tipe C dan tipe A. Serabut ini mungkin mencapai inhibisi presinaptik dengan penghambatan saluran kalsium dalam membran ujung saraf dan mengaktifkan sistem analgesia sehingga dapat menekan seluruh atau hampir seluruh sinyal yang masuk melewati saraf perifer dan menurunkan sampai mehilangkan nyeri (Alexander, 1994). 
 

Serba Ada Blog Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger